Suatu hari aku melihat Bapa sedang
melamun di takhta-Nya. Aku
menghampiri-N ya dan pelan-pelan aku
bertanya kepada-Nya, "Bapa, apa yang
sedang Kau pikirkan ?"
Bapa menoleh ke arahku, dan Ia
tersenyum, lalu Ia berkata dengan
lembut, "Tidak ada, Nak. Aku hanya
sedang memikirkan manusia."
"Ma nusia ? Ada apa dengan mereka ?" tanyaku
"Tahu kah kau bahwa Aku sangat mengasihi
manusia ?" ujar-Nya,
"Iy a, aku tahu itu. Apa hubungannya Tuhan ?"
"Aku mengasihi manusia sedemikian,
sehin gga Aku merelakan Anak-Ku terkasih,
Yesus Kristus untuk turun ke bumi,
menderita, dihina, dan akhirnya mati
bagi mereka."
"Iya , itu adalah karya penebusan yang
sangat indah."
"Tapi ...."
Ups..., ada nada sedih di suara-Nya.
"T api, mengapa manusia masih juga
meragukan kasih-Ku ?"
Aku terdiam, aku tidak dapat menjawab
pertanya an-Nya, karena aku pun tidak tahu...
"Hari ini, ada satu anak-Ku, dia
menangisi dosanya, dia memohon
pengampun anKu, Aku mengampuninya, Aku
mengatakan bahwa Aku sudah tidak
mengingat-n gingat lagi dosa yang ia
buat, tapi...."
"Ta pi kenapa Tuhan ?"
"Saat Aku berkata demikian, ia
menggelengkan kepalanya, ia berkata,
tidak akan ada pengampunan lagi atas
dosa yang ia perbuat, ia sudah terlalu
sering jatuh bangun dalam dosa, ia
mengatakan bahwa ia membenci dirinya..."
A ku diam, menantikan Tuhan.
"Kenap a ia memandang hina dirinya ?
Padahal dia adalah biji mata-Ku, kekasih
hati-Ku. Darah Yesus sudah tercurah
untuknya , Aku sudah mengampuninya, tapi
ia tidak Percaya. Aku berkata Aku sudah
melupakan semua dosanya, tapi ia berkata
tidak mungkin. Mengapa ia memandang
rendah pengorbanan Yesus di kayu salib ?"
"Apa ? Memandang rendah pengorbanan
Yesus di kayu salib ?" Aku terkejut,
adakah orang yang seperti itu ?
"Bagaimana mungkin ia memandang rendah
pengorbana n Yesus ?"
"Darah Yesus tercurah di Kalvari untuk
menebus dosa manusia, hukuman yang
seharusnya ditimpakan kepada manusia
sudah diambil alih oleh-Nya, sehingga
manusia dapat memperoleh keselamatan di
dalam Dia, tapi manusia merasa tidak
yakin bahwa apa yang telah Dia lakukan
sanggup menebus mereka dari maut, mereka
tidak yakin dengan karya penebusan yang
telah dilakukan oleh Yesus."
Tanpa sadar, aku menangis, aku
membayangkan, seandainya aku sudah
memberikan hadiah yang terbaik yang bisa
aku lakukan untuk orang yang aku kasihi,
tapi ternyata hadiah itu dianggap
rendah, diacuhkan dan dibuang begitu
saja. Kira-kira, apakah masih tersisa
kasih dalam hatiku untuk mengasihi orang
itu ? Kalau itu aku, mungkin aku tidak
akan mengasihi orang itu lagi.
"Lalu Tuhan, apakah sekarang Engkau
masih mengasihi manusia ?"
"Ya, Aku sangat mengasihi manusia !"
Aku terkejut ! Sedemikian dalamkah kasih
Allah untuk manusia ?
"Walaupun mereka seperti itu ?" tanyaku
"Ya, Aku rindu suatu hari mereka akan
datang kepada-Ku dan mengatakan bahwa
mereka mengasihi-Ku."
Aku masih terheran-heran. Siapakah
manusia sehingga Allah, Sang Pencipta
langit dan bumi begitu mengasihinya ?
Bukankah mereka hanyalah debu dan abu ?
Bukankah jika Tuhan mau, Tuhan bisa
dengan mudah menghancurkan manusia dan
membuat yang lebih baik ? Aku rasa hal
itu tidak sulit untuk Tuhan, bukankah Ia
menciptakan langit dan bumi hanya dengan
perkataan saja ? Hal seperti ini sangat
sulit untuk diterima, mengapa Tuhan
sampai sedemikian dalam mengasihi manusia ?
Aku memberanikan diriku, aku bertanya
lagi kepada Tuhan, "Tuhan, sungguhkan
Engkau mengasihi manusia ?"
Tuhan tersenyum, dan Ia berkata,
"Sangat, Aku sangat mengasihi manusia.
Jika tidak, Aku tidak akan mengutus
Anak-Ku Yesus untuk mati bagi mereka.
Sekalipun mereka sekarang jauh dari-Ku,
Aku sangat rindu mereka kembali
kepada-Ku . Karena mereka adalah
anak-anak- Ku terkasih."
Me ndengar jawaban Tuhan aku tersenyum.
Aku mengerti kenapa Tuhan tetap
mengasihi manusia...., Tuhan memiliki
kasih yang tidak bersyarat !
Tiba-tiba terdengar suara dari bumi.
Suara yang perlahan dan terdengar sedih,
tapi suara itu tetap menarik perhatian
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar