Mengembangkan Warnet
1. Menambah jumlah warnet/ jaringan warnet
"Dell memang tidak pernah berniat untuk masuk ke kelas konsumer karena kami sudah kuat di enterprise. Kami akan terus memfokuskan penjualan di kelas tersebut. Karena kami fokus maka kami pun mampu menjadi yang pertama di kelas tersebut," ujar Megawaty Khie, Country Manager Dell Indonesia, pada acara penandatangan kerja sama Dell - Awari, di Jakarta, Kamis (30/8/2007).
Kelas konsumer memang bisa dibilang segmen pasar yang sudah pasti dengan pangsa yang jelas. Kelas enterprise sudah pasti membutuhkan ratusan, bahkan ribuan unit komputer. Sama halnya dengan sebuah institusi, warnet misalnya. Asosiasi Warnet Indonesia (Awari) salah satunya, telah memiliki 180 anggota dengan jumlah warnet sekira 300 buah (padahal di Indonesia sendiri jumlah warnet sudah mencapai 10.000 buah). Dari angka 300 tersebut, kebutuhan akan unit PC dapat ditaksir sekira 3600 unit dengan asumsi satu warnet membutuhkan 12 unit PC.
Angka 12 unit merupakan jumlah yang cukup besar jika dibandingkan dengan kelas konsumer yang minimal hanya membutuhkan 1 unit PC. Segmen 'pasti' inilah yang akan menjadi target pasar Dell untuk melakukan ekspansi dengan jumlah kebutuhan unit PC mendekati kelas enterprise.
Irwin Day, Ketua Umum Awari, mengatakan bahwa kerja sama dengan Dell ini tidak mengikat, bahkan Dell tidak memberikan target apa-apa untuk dijalani oleh Awari. Hanya saja terdapat 2 buah paket kerja sama dengan biaya sekira USD5, 718 dan USD13, 514. Masing-masing paket menyediakan 10 dan 20 PC untuk satu warnet dengan tambahan 1 PC billing untuk satu paket.
Artinya jika satu warnet mengeluarkan kocek USD5, 718 (57 juta rupiah dengan asumsi USD1 sama dengan 10.000), untuk 10 PC maka satu PC dihargai Dell dengan harga 5,7 juta rupiah saja, sedangkan perangkat UPS dan port switch menjadi bagian dari bonus paket. Angka ini bisa terbilang cukup murah karena menurut Irwin, jika dibandingkan, untuk membuka warnet dibutuhkan alokasi dana sebesar 9 juta rupiah untuk pengadaan satu PC saja.
Hayo siapa yg mau buka warnet ????
ersiapan Pendirian Sebuah Warnet (1)
Selain disampaikan lewat komentar di beberapa artikel di blog ini, beberapa pertanyaan tentang cara menyiapkan sebuah Warnet sampai di kotak surat elektronik saya. Perlu saya tegaskan di sini bahwa saya bukan pengusaha Warnet, belum pernah bekerja di/untuk Warnet, dan tulisan saya tentang Warnet lebih berdasarkan pada kabar yang saya terima dari media massa atau mailing list. Tambahan lainnya: jika sedang di luar kantor dan ada waktu luang, saya kerap menyempatkan mengunjungi Warnet terdekat. Ongkos yang saya keluarkan untuk akses Internet lewat Warnet terasa lebih bermanfaat dibanding dibelanjakan untuk “hiburan” lain. Alhasil, pada saat menjenguk ibu dan kerabat di sebuah kecamatan di Jember, Jawa Timur, saya perlukan mendatangi ibukota kabupaten untuk mencari Warnet karena belum ada investor yang mendirikan Warnet di kampung kami.
Apa saja yang perlu disiapkan untuk mendirikan sebuah Warnet? Untuk sampai benar-benar layak dan siap beroperasi, tentu perlu konsultasi serius dengan mereka yang berpengalaman (atau, barangkali sudah ada profesi “konsultan Warnet”?). Di tulisan ini hanya beberapa pertimbangan yang saya amati di lapangan dan dengar dari salah satu teman pengelola Warnet.
Pemilihan lokasi
Sebagian pihak menyebut bahwa berlokasi dekat dengan kegiatan mahasiswa menguntungkan bagi Warnet. Contoh: di Simpang Dago, Bandung, yang tidak jauh dari kampus ITB, ada sebuah Warnet besar yang juga punya cabang di Jatinangor, lingkungan kampus ramai di daerah Bandung Timur. Begitu pula di seputar Jalan Tamansari, Bandung, yang dekat dengan kampus Unisba dan Unpas. Demikian halnya Warnet yang konon terbesar di Kota Jember berada di daerah Tegalboto, kawasan kampus Universitas Negeri Jember.
Kendati demikian, pengakuan berbeda dari teman yang saya sebut sebagai pengelola Warnet di atas: lokasi Warnetnya justru bukan di lingkungan mahasiswa namun salah satu keuntungan menurutnya, “Tidak ada musim sepi karena liburan.” Sepengetahuan saya memang ada beberapa kampus yang menjadi sepi pada saat liburan karena ditinggal banyak mahasiswa pulang kampung atau berlibur. Namun ada pengecualian: kampus yang memiliki banyak mahasiswa dari kota yang jauh relatif tidak menjadi sepi terlalu drastis pada masa liburan — faktor ongkos pulang kampung.
Alternatif pengunjung lain adalah kelompok pekerja. Sudah mulai ada orang-orang yang mendatangi Warnet untuk bekerja secara remote. Saya baru mencoba cara seperti ini untuk pekerjaan pribadi, mengurus situs Web. Salah satu tulisan di situs ini saya ketik di sebuah Warnet di Jember (menggunakan Notepad di Windows XP, duh!). Pun waktu harus mengunjungi Medan selama tiga hari, saya pilih Warnet yang dekat dengan hotel untuk tetap bersentuhan dengan “jejaring sosial” dunia maya yang merupakan bagian dari pekerjaan pribadi.
Jumlah komputer
Investasi komputer dalam jumlah banyak adalah faktor penting berikutnya. Selain tingkat utilisasi pemakaian koneksi Internet lebih tinggi, jumlah komputer yang memadai akan menghindarkan pengunjung dari menunggu terlalu lama atau meninggalkan Warnet. Saya pernah mengunjungi Warnet dengan tiga ruangan penuh pengunjung: satu untuk akses Internet, satu penuh dengan maniak pemain online game, dan satu lagi gabungan antara permainan online dan pengetikan skripsi. Pada saat saya pergi dari lokasi, pukul tiga lebih dini hari, ketiga ruangan tersebut masih terang-benderang dan pengunjung asyik melototi komputer sebagian dengan telinga tertutup headphone.
Konsekuensi jumlah komputer ini diikuti oleh investasi yang lebih besar untuk ongkos koneksi Internet. Salah satu Warnet besar di Bandung adalah pelanggan peringkat atas di PJI dan berbeda dengan Warnet kecil yang menjual ulang koneksi Internet ke “tetangga sekitarnya”, Warnet besar ini menyedot habis lebar pita koneksi.
Jumlah sekitar 20 buah komputer memadai untuk Warnet yang datang dengan modal memadai, sedangkan jika memang hoki, berawal dengan 40 buah komputer pun pengunjung antri!
Saya pilih dua poin di atas terlebih dulu agar artikel ini tidak terlalu panjang. Pertimbangan berikutnya akan saya tulis pada entri mendatang. Koreksi dan tambahan sila dikemukakan lewat komentar entri ini. Sumber lain yang sering membahas seputar bisnis Warnet secara praktis adalah mailing list Asosiasi Warnet.
Jumlah pengguna Internet melalui warung internet (warnet) rata-rata sebanyak 840 ribu orang. Setiap orang mengakses internet rata-rata satu jam per hari, sehingga dengan tarif rata-rata sebesar Rp 4.000 per jam, total perputaran uang di warnet mencapai Rp 100,8 miliar per bulan. Dengan struktur biaya sekarang, margin keuntungan warnet rata-rata hanya 5% atau sekitar Rp 5 miliar per bulan.Hal itu diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Warung Internet Indonesia (Awari) Irwin Day dalam diskusi dua hari mengenai tata kelola Internet yang baik di Jakarta, Kamis (12/7).
Irwin menjelaskan, jumlah warnet di seluruh Indonesia saat ini mencapai 10 ribu. Itu belum termasuk warnet yang dikelola oleh institusi-institusi pendidikan, sekolah, dan Information and Communication Technology (ICT) Center.
Presentasi Awari di acara Round Table Discussion "Internet Governance di Indonesia & Pengembangan Warnet Sebagai ICT Centre.yang bertempat di Ruang Lavender - MGK Kemayoran, mendapat sambutan yang antusias dari para peserta acara tersebut. Hampir semua pertanyaan di acara diskusi tersebut mengarah ke pembicara yang mewakili Awari.
Hal ini tidak mengherankan karena isi presentasi yang sedikit kontroversial namun memberikan gambaran seperti apa yang di sebut sebagai "Warung Internet" di Indonesia.
Bagi mereka yang tertarik melihat presentasi tersebut yang bisa di download di sini. format file-nya adalah Open Document Presentation dan PDF
Ketua Asosiasi Warnet Indonesia (Awari) Irwin Day menandaskan jumlah warnet total yang ada di Indonesia saat ini mencapai 10.000 unit-belum termasuk warnet Depdiknas, ICT center, dan warnet sekolah-dengan konsumsi bandwidth sebesar 1,28 Gbps.
"Banyaknya warnet tersebut didorong oleh pembebasan frekuensi 2,4 GHz, layanan Internet dial up dari PT Telkom Tbk, dan berkembangnya industri penyelenggara jasa Internet," ujarnya pada diskusi industri warnet antara Awari dengan Menkominfo, kemarin.
Menurut data Awari, saat ini terdapat 5.000 base station 2,4 GHz di seluruh Indonesia yang sebagian besar dimanfaatkan untuk warnet.
Dari 160 PJI yang ada saat ini kurang dari 10 perusahaan telah melayani warnet di 20 kota besar. Warnet juga banyak yang memanfaatkan jaringan TelkomNet Instant yang tersebar di 455 kota.
Menurut data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), jumlah pengguna Internet saat ini adalah sekitar 25 juta orang. Sekitar 40% datang dari pelanggan warnet atau sekitar 8,4 juta sampai 10 juta orang.
Setiap warnet rata-rata mengonsumsi bandwidth sekitar 128 kbps. Dari sekitar 25 juta pengguna Internet saat ini, sekitar 42% datang dari warnet atau sekitar 8,4 juta sampai 10 juta orang.
Ketua Dewan Presidium Awari Judith M. S. Lubis mengungkapkan konsumsi bandwidth merupakan pengeluaran tertinggi warnet sebesar 30%, diikuti listrik, gaji karyawan, dan return of investment yang masing-masing sebesar 10%.
"Keuntungan warnet ternyata hanya 5% dari total pendapatannya, sementara jumlah sebesar itu pun tidak dinikmati sepenuhnya oleh penyelenggara warnet," tuturnya.
Dukungan pemerintah
Awari menilai pemerintah belum memberikan insentif apa pun ke warnet. Masa suram warnet pernah terjadi pada periode 2002 sampai 2004 di mana saat itu pengguna Internet hanya sekitar delapan juta sampai 11 juta orang. Namun pada periode 2005-2007 jumlah pengguna Internet meningkat pesat yang diikuti juga dengan menjamurnya warnet di mana-mana.
Menkominfo Mohammad Nuh menandaskan pemerintah sangat memerhatikan warnet dan mendorong industri itu untuk migrasi ke peranti lunak sumber terbuka yang disediakan secara bebas oleh Ditjen Aplikasi Telematika Depkominfo.
"Bila perlu migrasi� itu diwujudkan dalam gerakan nasional karena saya tidak ada pilihan lain bagi warnet dalam menggunakan software lainnya." ( arif.pitoyo@bisnis.co.id )
"Sweeping sangat mengganggu kelangsungan bisnis warnet," kata Ketua Umum Awari Irwin Day, di hadapan Menkominfo beserta jajarannya di gedung Depkominfo Jakarta, Rabu (25/7/2007).
Menanggapi hal tersebut, Nuh lantas memberi dukungan dan akan meminta kepada pihak kepolisian untuk menunda sweeping sampai warnet selesai bermigrasi menggunakan software legal.
Lebih lanjut Nuh menyarankan, setiap warnet yang belum menggunakan software legal dihimbau untuk segera pakai software Open Source. "Kalau mereka tidak mau migrasi, kita siapkan software yang user friendly sehingga masyarakat tidak susah memakainya. Software ini nantinya akan seperti software propietary yang biasa dipakai. Kalau software itu sudah jadi baru dimigrasi," jelas Nuh.
Meski demikian, Nuh mengatakan, dirinya juga tidak bisa menahan keberadaan kebijakan sweeping. Sebab, kalau tidak ada sweeping inisiatif untuk pindah ke piranti lunak yang legal dianggapnya tidak akan berjalan. "Jadi tunggu sampai warnet selesai bermigrasi," imbuhnya.
Sehingga, Nuh berharap, setelah semua bermigrasi tidak ada lagi warnet yang di-sweeping. Alasan warnet tidak bisa menggunakan software legal karena faktor investasi yang berat juga tidak bisa diterima karena pemerintah memberi alternatif.
Warnet Sebagai Tulang Punggung
Sementara itu Irwin mengatakan, pemerintah seharusnya melindungi bisnis warnet karena telah menjadi tulang punggung penggunaan Internet di kalangan masyarakat.
Dalam presentasinya ia memaparkan, berdasarkan survei yang dirangkum Awari sekitar 20 juta pengguna Internet di Indonesia, hampir 40% diantaranya mengakses Internet dari warnet.
Saat ini Awari meperkirakan jumlah warnet yang tersebar di Indonesia telah mencapai lebih dari 10 ribu. "Bisnis warnet itu tidak bergantung pada pemerintah tetapi menjadi tulang punggung," tegas Irwin.
Ia melanjutkan, setiap warnet rata-rata memiliki SDM sebanyak 4 orang yang dibayar sesuai upah minimum regional (UMR). Dari segi kontribusinya, setiap warnet rata-rata mengonsumsi bandwidth 128 kilobits (Kb) per bulan, berarti total konsumsi bandwidth seluruh warnet setiap bulan mencapai 1,28 Gigabits.
Dengan rata-rata biaya warnet perbulan untuk bandwidth 128 Kb sebesar Rp 3 juta, sehingga total belanja bandwith dari 10 ribu warnet mencapai Rp 30 miliar per bulan.
Komposisi biaya yang dikeluarkan warnet yaitu bandwtih 30%, biaya listrik 10%, gaji 30 % dan ROI (return on investment) 25%. "Keuntungan bisnis warnet pada payback period sekitar 5%. Nah ternyata keuntungan kecil tersebut tidak dinikmati oleh seluruh warnet, karena dari 5% itu sebanyak 50% dialokasikan lagi untuk pembangunan ke depan," beber Irwin.
Dengan margin yang rendah, lanjut Irwin, menyebabkan warnet tidak mampu membayar kewajibannya pada negara seperti legalisasi usaha dan izin badan usaha karena rumitnya birokrasi.
Selain itu, berdasarkan hasil survei Awari di 5 kota besar di Indonesia, warnet termasuk objek dari 20 jenis pungutan seperti biaya izin dan penyelenggaraan, beban bisnis insentif dan itu belum termasuk pungutan kasus, imbuh Irwin.
"Sampai kapan warnet akan seperti ini? Menurut Awari pemerintah belum memberi insentif padahal warnet sangat dibutuhkan karena kepemilikan komputer di Indonesia saja baru 6 juta unit. Dengan penetrasi komputer per tahun 100 ribu -300 ribu unit yang masih termasuk kecil," tandasnya.(ash/wsh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar