Selasa, 27 November 2007

warnet1

Mengembangkan Warnet

Seperti halnya bidang usaha lain, sebagai pengusaha warnet kita tentu ingin mengembangkan usaha warnet kita. Pertanyaannya tentu saja adalah: Ke arah mana saja kita bisa mengembangkan warnet ini? Sekali lagi saya ingin mengajak para pengusaha warnet untuk melihat peluang lain di warnet tanpa meninggalkan sama sekali dasar usaha anda: Warnet.

Salah satu hal yang sering saya dapati dari pengusaha warnet adalah minimnya kreatifitas dan terperangkap dalam pola pikir tertentu yang akhirnya membuat mereka tak bisa keluar dari sebuah lingkaran setan. Contoh yang paling nyata dari kurangnya kreatifitas adalah perang harga antar warnet yang akhirnya membuat bidang usaha warnet cenderung stagnan, setiap munculnya pemain baru selalu di sikapi dengan perang harga baik oleh pemain baru maupun pemain lama. Situasi seperti ini akhirnya membuat bidang usaha warnet menjadi sebuah usaha yang muram, tak pasti, mudah bergejolak dan rawan.

Meskipun demikian, akhir-akhir ini saya melihat beberapa rekan warnet sudah cukup percaya diri dengan tidak menjadikan harga sebagai faktor jualan utama sebaliknya menjadikan mutu pelayanan ( bandwidth maupun sdm ) yang baik sebagai faktor jualan utama mereka dan sebagian sudah menunjukkan bahwa mereka justru lebih bisa meraih keuntungan dengan persentasi yang (jauh lebih) baik dibanding mereka yang berkutat di perang harga.

Jika kondisi warnet anda sudah bagus maka langkah berikutnya adalah pengembangan. Jika yang anda lakukan adalah pengembangan sebatas upgrade PC ,menambah jumlah PC, Menaikkan kapasitas bandwidth atau menambah kenyamanan warnet anda tentu saja tidak sulit. Beberapa hal yang bisa kita lakukan dalam mengembangkan warnet kita adalah:

1. Menambah jumlah warnet/ jaringan warnet
Ini adalah pilihan yang paling logis, sebab jika manajemen warnet anda telah terbukti bagus maka bangunlah warnet baru lagi. Pengalaman anda mengelola warnet dengan baik dan memberikan keuntungan adalah modal utama.

2. Franchise-kan warnet anda
Warnet anda telah bertambah, namanya telah terkenal, manajemen bagus. Kenapa tidak memberikan kesempatan kepada pihak lain yang tertarik untuk membuat warnet bergabung dengan Jaringan Warnet anda? Anda mempunyai kesempatan untuk memberikan pihak lain untuk mendapatkan keuntungan dan anda tidak perlu mengeluarkan modal yang banyak untuk memperluas jaringan warnet anda.

3. Membangun RT/RW Net
warnet anda berada disekitar perumahan atau banyak yang tertarik untuk koneksi internet tapi inginnya akses dari rumah? Salurkan saja bandwidth warnet ke rumah-rumah sekitar warnet anda. Media kabel dan Nir-Kabel/Wifi bisa anda gunakan, tentu saja user harus diberi pengertian untuk tidak meng”abuse” koneksi yang ada atau anda pasang saja bandwidth management yang baik untuk mengatur pembagian jatah bandwidth dengan baik. Keuntungan dari RT/RW Net adalah: kita bisa memiliki “penghasilan yang terprediksi” sebab umumnya sistem pembayaran menggunakan sistem iuran bulanan dengan jumlah tetap.

4. Jadi ISP
Anda sudah memiliki jaringan warnet, sudah melakukan franchise, sudah punya RT/RW Net aduh tanggung nih, mendingan jadi ISP sekalian :) meskipun begitu, perlu anda ingat bahwa bidang usaha warnet dan ISP itu serupa tapi tak sama. Menjadi ISP dan memiliki warnet dapat membuat anda di curigai pelanggan anda (yang kebetulan warnet juga) melakukan “pilih kasih” apalagi jika pas warnet anda terkoneksi sedang warnet pelanggan terputus.

Masih banyak lagi yang bisa kita lakukan untuk mengembangkan warnet kita, sebagai contoh: beberapa warnet mengembangkan diri menjadi bisnis center dengan menyediakan layanan-layanan bisnis di warnetnya. Ada juga yang mengembangkan diri menjadi tempat pelatihan/kursus komputer. Sehingga dapat dikatakan bahwa batasannya hanyalah kreatifitas kita.

Tapi yang perlu diingat adalah: semua hal di atas dapat kita lakukan hanya dengan manajemen yang baik dan selalu tanggap dalam membaca perubahan-perubahan di bisnis warnet. Tahun 2001, warnet-warnet masih mempermasalahkan mahal dan lambatnya koneksi dial-up, di tahun berikutnya permasalahan bergeser ke belum adanya kepastian perijinan untuk penggunaan frekuensi 2,4GHz (sehingga rawan sweeping), tahun berikutnya permasalahan bergeser lagi menjadi apakah bertahan sebagai warnet atau berpindah menjadi game center. 2004 ke atas isu yang paling menonjol adalah isu HAKI dan Legalitas. Tidak heran jika warnet adalah bidang usaha yang paling dinamis dimana timbul tenggelamnya pemain baik baru maupun lama adalah hal yang biasa. Namun kita juga melihat ada warnet yang mampu mengatasi segala problematika tersebut dengan baik dan membuktikan bahwa mereka bisa di contoh dalam menjalankan usahanya.
JAKARTA - Perkembangan warnet yang begitu pesat ternyata menarik minat Dell untuk ekspansi ke segmen ini. Diharapkan penggunaan PC pada warnet dapat lebih memantapkan branding Dell.

"Dell memang tidak pernah berniat untuk masuk ke kelas konsumer karena kami sudah kuat di enterprise. Kami akan terus memfokuskan penjualan di kelas tersebut. Karena kami fokus maka kami pun mampu menjadi yang pertama di kelas tersebut," ujar Megawaty Khie, Country Manager Dell Indonesia, pada acara penandatangan kerja sama Dell - Awari, di Jakarta, Kamis (30/8/2007).

Kelas konsumer memang bisa dibilang segmen pasar yang sudah pasti dengan pangsa yang jelas. Kelas enterprise sudah pasti membutuhkan ratusan, bahkan ribuan unit komputer. Sama halnya dengan sebuah institusi, warnet misalnya. Asosiasi Warnet Indonesia (Awari) salah satunya, telah memiliki 180 anggota dengan jumlah warnet sekira 300 buah (padahal di Indonesia sendiri jumlah warnet sudah mencapai 10.000 buah). Dari angka 300 tersebut, kebutuhan akan unit PC dapat ditaksir sekira 3600 unit dengan asumsi satu warnet membutuhkan 12 unit PC.

Angka 12 unit merupakan jumlah yang cukup besar jika dibandingkan dengan kelas konsumer yang minimal hanya membutuhkan 1 unit PC. Segmen 'pasti' inilah yang akan menjadi target pasar Dell untuk melakukan ekspansi dengan jumlah kebutuhan unit PC mendekati kelas enterprise.

Irwin Day, Ketua Umum Awari, mengatakan bahwa kerja sama dengan Dell ini tidak mengikat, bahkan Dell tidak memberikan target apa-apa untuk dijalani oleh Awari. Hanya saja terdapat 2 buah paket kerja sama dengan biaya sekira USD5, 718 dan USD13, 514. Masing-masing paket menyediakan 10 dan 20 PC untuk satu warnet dengan tambahan 1 PC billing untuk satu paket.

Artinya jika satu warnet mengeluarkan kocek USD5, 718 (57 juta rupiah dengan asumsi USD1 sama dengan 10.000), untuk 10 PC maka satu PC dihargai Dell dengan harga 5,7 juta rupiah saja, sedangkan perangkat UPS dan port switch menjadi bagian dari bonus paket. Angka ini bisa terbilang cukup murah karena menurut Irwin, jika dibandingkan, untuk membuka warnet dibutuhkan alokasi dana sebesar 9 juta rupiah untuk pengadaan satu PC saja.
Hayo siapa yg mau buka warnet ????

ersiapan Pendirian Sebuah Warnet (1)

| | Komentar (20) | Lacakbalik (0)

Selain disampaikan lewat komentar di beberapa artikel di blog ini, beberapa pertanyaan tentang cara menyiapkan sebuah Warnet sampai di kotak surat elektronik saya. Perlu saya tegaskan di sini bahwa saya bukan pengusaha Warnet, belum pernah bekerja di/untuk Warnet, dan tulisan saya tentang Warnet lebih berdasarkan pada kabar yang saya terima dari media massa atau mailing list. Tambahan lainnya: jika sedang di luar kantor dan ada waktu luang, saya kerap menyempatkan mengunjungi Warnet terdekat. Ongkos yang saya keluarkan untuk akses Internet lewat Warnet terasa lebih bermanfaat dibanding dibelanjakan untuk “hiburan” lain. Alhasil, pada saat menjenguk ibu dan kerabat di sebuah kecamatan di Jember, Jawa Timur, saya perlukan mendatangi ibukota kabupaten untuk mencari Warnet karena belum ada investor yang mendirikan Warnet di kampung kami.

Apa saja yang perlu disiapkan untuk mendirikan sebuah Warnet? Untuk sampai benar-benar layak dan siap beroperasi, tentu perlu konsultasi serius dengan mereka yang berpengalaman (atau, barangkali sudah ada profesi “konsultan Warnet”?). Di tulisan ini hanya beberapa pertimbangan yang saya amati di lapangan dan dengar dari salah satu teman pengelola Warnet.

Pemilihan lokasi

Sebagian pihak menyebut bahwa berlokasi dekat dengan kegiatan mahasiswa menguntungkan bagi Warnet. Contoh: di Simpang Dago, Bandung, yang tidak jauh dari kampus ITB, ada sebuah Warnet besar yang juga punya cabang di Jatinangor, lingkungan kampus ramai di daerah Bandung Timur. Begitu pula di seputar Jalan Tamansari, Bandung, yang dekat dengan kampus Unisba dan Unpas. Demikian halnya Warnet yang konon terbesar di Kota Jember berada di daerah Tegalboto, kawasan kampus Universitas Negeri Jember.

Kendati demikian, pengakuan berbeda dari teman yang saya sebut sebagai pengelola Warnet di atas: lokasi Warnetnya justru bukan di lingkungan mahasiswa namun salah satu keuntungan menurutnya, “Tidak ada musim sepi karena liburan.” Sepengetahuan saya memang ada beberapa kampus yang menjadi sepi pada saat liburan karena ditinggal banyak mahasiswa pulang kampung atau berlibur. Namun ada pengecualian: kampus yang memiliki banyak mahasiswa dari kota yang jauh relatif tidak menjadi sepi terlalu drastis pada masa liburan — faktor ongkos pulang kampung.

Alternatif pengunjung lain adalah kelompok pekerja. Sudah mulai ada orang-orang yang mendatangi Warnet untuk bekerja secara remote. Saya baru mencoba cara seperti ini untuk pekerjaan pribadi, mengurus situs Web. Salah satu tulisan di situs ini saya ketik di sebuah Warnet di Jember (menggunakan Notepad di Windows XP, duh!). Pun waktu harus mengunjungi Medan selama tiga hari, saya pilih Warnet yang dekat dengan hotel untuk tetap bersentuhan dengan “jejaring sosial” dunia maya yang merupakan bagian dari pekerjaan pribadi.

Jumlah komputer

Investasi komputer dalam jumlah banyak adalah faktor penting berikutnya. Selain tingkat utilisasi pemakaian koneksi Internet lebih tinggi, jumlah komputer yang memadai akan menghindarkan pengunjung dari menunggu terlalu lama atau meninggalkan Warnet. Saya pernah mengunjungi Warnet dengan tiga ruangan penuh pengunjung: satu untuk akses Internet, satu penuh dengan maniak pemain online game, dan satu lagi gabungan antara permainan online dan pengetikan skripsi. Pada saat saya pergi dari lokasi, pukul tiga lebih dini hari, ketiga ruangan tersebut masih terang-benderang dan pengunjung asyik melototi komputer sebagian dengan telinga tertutup headphone.

Konsekuensi jumlah komputer ini diikuti oleh investasi yang lebih besar untuk ongkos koneksi Internet. Salah satu Warnet besar di Bandung adalah pelanggan peringkat atas di PJI dan berbeda dengan Warnet kecil yang menjual ulang koneksi Internet ke “tetangga sekitarnya”, Warnet besar ini menyedot habis lebar pita koneksi.

Jumlah sekitar 20 buah komputer memadai untuk Warnet yang datang dengan modal memadai, sedangkan jika memang hoki, berawal dengan 40 buah komputer pun pengunjung antri!

Saya pilih dua poin di atas terlebih dulu agar artikel ini tidak terlalu panjang. Pertimbangan berikutnya akan saya tulis pada entri mendatang. Koreksi dan tambahan sila dikemukakan lewat komentar entri ini. Sumber lain yang sering membahas seputar bisnis Warnet secara praktis adalah mailing list Asosiasi Warnet.

Jumlah pengguna Internet melalui warung internet (warnet) rata-rata sebanyak 840 ribu orang. Setiap orang mengakses internet rata-rata satu jam per hari, sehingga dengan tarif rata-rata sebesar Rp 4.000 per jam, total perputaran uang di warnet mencapai Rp 100,8 miliar per bulan. Dengan struktur biaya sekarang, margin keuntungan warnet rata-rata hanya 5% atau sekitar Rp 5 miliar per bulan.

Hal itu diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Warung Internet Indonesia (Awari) Irwin Day dalam diskusi dua hari mengenai tata kelola Internet yang baik di Jakarta, Kamis (12/7).

Irwin menjelaskan, jumlah warnet di seluruh Indonesia saat ini mencapai 10 ribu. Itu belum termasuk warnet yang dikelola oleh institusi-institusi pendidikan, sekolah, dan Information and Communication Technology (ICT) Center.

Hingga semester I-2007, kata Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Sylvia Sumarlin, jumlah pengguna Internet di Indonesia 25 juta. Sedangkan pelanggan Internet hampir delapan juta. Menurut APJII, sekitar 42% pengguna mengakses Internet via warnet.

Sedangkan, berdasarkan data Telkom yang dikutip Irwin, pengguna Internet di Indonesia saat ini sekitar 25 juta dan 40% di antaranya mengakses dari warnet. Jadi, kata dia, pengguna Internet yang mengakses dari warnet antara 8,4 dan 10 juta.

Irwin mengatakan, jumlah anggota Awari saat ini lebih dari 90 dengan jumlah warnet anggota 150 lebih. Artinya, ada satu pengusaha yang memiliki lebih dari satu warnet. Bahkan ada yang sampai 24 warnet.

Setiap warnet rata-rata memiliki 12 komputer (PC). Tarif per jamnya rata-rata saat ini Rp 4.000. Tingkat okupansi harian rata-rata sekitar tujuh jam, dan satu PC melayani sekitar tujuh orang yang berbeda per hari. Artinya, setiap orang yang mengakses Internet melalui warnet rata-rata menghabiskan waktu satu jam per hati.

Dengan begitu, lanjut Irwin, total pengguna Internet di seluruh warnet Indonesia adalah 10 ribu warnet x 12 PC x 7 orang atau 840 ribu orang. Dengan tarif rata-rata Rp 4.000 per jam, dalam sebulan perputaran uang di seluruh warnet mencapai Rp 100,8 miliar.

Sedangkan dari sisi konsumsi bandwidth, ia menuturkan, tiap warnet rata-rata menggunakan bandwidth sebesar 128 kilobits per second (Kbps). Bahkan ada yang sampai 3-5 megabits per second (Mbps). Total konsumsi bandwidth oleh seluruh warnet di Indonesia adalah 1,28 gigabits per second (Gbps). Rata-rata biaya yang dikeluarkan warnet untuk sewa bandwidth itu Rp 3 juta per bulan.
Ironi Warnet

Ironisnya, kata dia, margin keuntungan warnet selama periode balik modal hanya 5%. Itu karena biaya untuk bandwidth mencapai 30%, listrik 10%, gaji karyawan 30%, dan return on investment (ROI) 25%.

Di lain pihak, sejumlah masalah mendera warnet. Karena margin rendah, para pengusaha warnet yang semuanya memulai dari nol dan modal sendiri, tutur Irwin, tak mampu membayar pajak. Mereka juga tidak mampu membayar biaya untuk legalitas usaha karena prosesnya yang sangat rumit.

Lalu, sedikitnya ada 20 jenis pungutan atau retribusi kepada warnet. “Belum biaya pungutan liar dari industri dan biaya kasus,” ujar dia. Belum lagi razia aparat terkait penegakan hak kekayaan atas intelektual (HAKI).

Ia mengingatkan, kepemilikan PC di Indonesia hanya sebanyak enam juta unit dan pertumbuhan pasarnya 100-300 ribu unit per tahun. Sedangkan sambungan telepon tetap baru 8,15 juta satuan sambungan telepon (SST) dan pertumbuhannya kurang dari 1% per tahun. Oleh karena itu, sebanyak 40-60% akses Internet bagi masyarakat Indonesia hanya mungkin dilayani oleh warnet.

Kalau target pada 2015 menurut World Summit on Information Society (WSIS) bahwa setengah penduduk dunia harus tersambung ke Internet, berarti 110 juta penduduk Indonesia harus tersambung ke Internet.

Warnet, kata dia, adalah jalan ideal untuk mencapai target itu. Alasannya, penggunaan bersama fasilitas, dapat dikelola sendiri oleh masyarakat setempat, sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia, dan tidak memberatkan pemerintah dari sisi pembiayaan.

“Karena semua pemilik warnet itu adalah pengusaha dan dengan modal sendiri,” ujar Irwin.

Ia berharap pemerintah memberi ruang, dukungan dan perlindungan bagi para pengusaha warnet. Antara lain berupa pengakuan warnet ke dalam struktur industri telekomunikasi, penegakan hukum yang bijak, merata, dan konsisten, dukungan fasilitas pembiayaan, dukungan penuh penggunaan peranti lunak open source di lingkungan pendidikan dan pemerintahan untuk meringankan beban biaya peranti lunak bagi warnet dan masyarakat.

Alasannya, karena pengguna tahunya selama ini peranti lunak tertentu, ketika ke warnet pun jadinya menginginkan peranti lunak itu. Karena harga peranti lunak itu cukup mahal, warnet yang tak mau kehilangan pelanggan akhirnya memakai yang bajakan. (one)

Presentasi Awari di acara Round Table Discussion "Internet Governance di Indonesia & Pengembangan Warnet Sebagai ICT Centre.yang bertempat di Ruang Lavender - MGK Kemayoran, mendapat sambutan yang antusias dari para peserta acara tersebut. Hampir semua pertanyaan di acara diskusi tersebut mengarah ke pembicara yang mewakili Awari.

Hal ini tidak mengherankan karena isi presentasi yang sedikit kontroversial namun memberikan gambaran seperti apa yang di sebut sebagai "Warung Internet" di Indonesia.

Bagi mereka yang tertarik melihat presentasi tersebut yang bisa di download di sini. format file-nya adalah Open Document Presentation dan PDF

JAKARTA: Nilai bisnis warung Internet (warnet) di Indonesia mencapai Rp180 miliar per bulan, sementara margin keuntungan yang diperoleh industri tersebut hanya 5%.

Ketua Asosiasi Warnet Indonesia (Awari) Irwin Day menandaskan jumlah warnet total yang ada di Indonesia saat ini mencapai 10.000 unit-belum termasuk warnet Depdiknas, ICT center, dan warnet sekolah-dengan konsumsi bandwidth sebesar 1,28 Gbps.

"Banyaknya warnet tersebut didorong oleh pembebasan frekuensi 2,4 GHz, layanan Internet dial up dari PT Telkom Tbk, dan berkembangnya industri penyelenggara jasa Internet," ujarnya pada diskusi industri warnet antara Awari dengan Menkominfo, kemarin.

Menurut data Awari, saat ini terdapat 5.000 base station 2,4 GHz di seluruh Indonesia yang sebagian besar dimanfaatkan untuk warnet.

Dari 160 PJI yang ada saat ini kurang dari 10 perusahaan telah melayani warnet di 20 kota besar. Warnet juga banyak yang memanfaatkan jaringan TelkomNet Instant yang tersebar di 455 kota.

Menurut data dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), jumlah pengguna Internet saat ini adalah sekitar 25 juta orang. Sekitar 40% datang dari pelanggan warnet atau sekitar 8,4 juta sampai 10 juta orang.

Setiap warnet rata-rata mengonsumsi bandwidth sekitar 128 kbps. Dari sekitar 25 juta pengguna Internet saat ini, sekitar 42% datang dari warnet atau sekitar 8,4 juta sampai 10 juta orang.

Ketua Dewan Presidium Awari Judith M. S. Lubis mengungkapkan konsumsi bandwidth merupakan pengeluaran tertinggi warnet sebesar 30%, diikuti listrik, gaji karyawan, dan return of investment yang masing-masing sebesar 10%.

"Keuntungan warnet ternyata hanya 5% dari total pendapatannya, sementara jumlah sebesar itu pun tidak dinikmati sepenuhnya oleh penyelenggara warnet," tuturnya.

Dukungan pemerintah

Awari menilai pemerintah belum memberikan insentif apa pun ke warnet. Masa suram warnet pernah terjadi pada periode 2002 sampai 2004 di mana saat itu pengguna Internet hanya sekitar delapan juta sampai 11 juta orang. Namun pada periode 2005-2007 jumlah pengguna Internet meningkat pesat yang diikuti juga dengan menjamurnya warnet di mana-mana.

Menkominfo Mohammad Nuh menandaskan pemerintah sangat memerhatikan warnet dan mendorong industri itu untuk migrasi ke peranti lunak sumber terbuka yang disediakan secara bebas oleh Ditjen Aplikasi Telematika Depkominfo.

"Bila perlu migrasi� itu diwujudkan dalam gerakan nasional karena saya tidak ada pilihan lain bagi warnet dalam menggunakan software lainnya." ( arif.pitoyo@bisnis.co.idThis e-mail address is being protected from spam bots, you need JavaScript enabled to view it )

Jakarta, Asosiasi Warung Internet Indonesia (Awari) mengadukan permasalahan yang menimpa warnet selama ini, khususnya terkait masalah sweeping kepada Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Mohammad Nuh.

"Sweeping sangat mengganggu kelangsungan bisnis warnet," kata Ketua Umum Awari Irwin Day, di hadapan Menkominfo beserta jajarannya di gedung Depkominfo Jakarta, Rabu (25/7/2007).

Menanggapi hal tersebut, Nuh lantas memberi dukungan dan akan meminta kepada pihak kepolisian untuk menunda sweeping sampai warnet selesai bermigrasi menggunakan software legal.

Lebih lanjut Nuh menyarankan, setiap warnet yang belum menggunakan software legal dihimbau untuk segera pakai software Open Source. "Kalau mereka tidak mau migrasi, kita siapkan software yang user friendly sehingga masyarakat tidak susah memakainya. Software ini nantinya akan seperti software propietary yang biasa dipakai. Kalau software itu sudah jadi baru dimigrasi," jelas Nuh.

Meski demikian, Nuh mengatakan, dirinya juga tidak bisa menahan keberadaan kebijakan sweeping. Sebab, kalau tidak ada sweeping inisiatif untuk pindah ke piranti lunak yang legal dianggapnya tidak akan berjalan. "Jadi tunggu sampai warnet selesai bermigrasi," imbuhnya.

Sehingga, Nuh berharap, setelah semua bermigrasi tidak ada lagi warnet yang di-sweeping. Alasan warnet tidak bisa menggunakan software legal karena faktor investasi yang berat juga tidak bisa diterima karena pemerintah memberi alternatif.

Warnet Sebagai Tulang Punggung

Sementara itu Irwin mengatakan, pemerintah seharusnya melindungi bisnis warnet karena telah menjadi tulang punggung penggunaan Internet di kalangan masyarakat.

Dalam presentasinya ia memaparkan, berdasarkan survei yang dirangkum Awari sekitar 20 juta pengguna Internet di Indonesia, hampir 40% diantaranya mengakses Internet dari warnet.

Saat ini Awari meperkirakan jumlah warnet yang tersebar di Indonesia telah mencapai lebih dari 10 ribu. "Bisnis warnet itu tidak bergantung pada pemerintah tetapi menjadi tulang punggung," tegas Irwin.

Ia melanjutkan, setiap warnet rata-rata memiliki SDM sebanyak 4 orang yang dibayar sesuai upah minimum regional (UMR). Dari segi kontribusinya, setiap warnet rata-rata mengonsumsi bandwidth 128 kilobits (Kb) per bulan, berarti total konsumsi bandwidth seluruh warnet setiap bulan mencapai 1,28 Gigabits.

Dengan rata-rata biaya warnet perbulan untuk bandwidth 128 Kb sebesar Rp 3 juta, sehingga total belanja bandwith dari 10 ribu warnet mencapai Rp 30 miliar per bulan.

Komposisi biaya yang dikeluarkan warnet yaitu bandwtih 30%, biaya listrik 10%, gaji 30 % dan ROI (return on investment) 25%. "Keuntungan bisnis warnet pada payback period sekitar 5%. Nah ternyata keuntungan kecil tersebut tidak dinikmati oleh seluruh warnet, karena dari 5% itu sebanyak 50% dialokasikan lagi untuk pembangunan ke depan," beber Irwin.

Dengan margin yang rendah, lanjut Irwin, menyebabkan warnet tidak mampu membayar kewajibannya pada negara seperti legalisasi usaha dan izin badan usaha karena rumitnya birokrasi.

Selain itu, berdasarkan hasil survei Awari di 5 kota besar di Indonesia, warnet termasuk objek dari 20 jenis pungutan seperti biaya izin dan penyelenggaraan, beban bisnis insentif dan itu belum termasuk pungutan kasus, imbuh Irwin.

"Sampai kapan warnet akan seperti ini? Menurut Awari pemerintah belum memberi insentif padahal warnet sangat dibutuhkan karena kepemilikan komputer di Indonesia saja baru 6 juta unit. Dengan penetrasi komputer per tahun 100 ribu -300 ribu unit yang masih termasuk kecil," tandasnya.(ash/wsh)


Tidak ada komentar: